728x90 AdSpace

Latest News

Sabtu, 27 Februari 2016

Apa Itu Referendum? Dan Mengapa Rakyat Papua Tuntut Referendum Ulang.

Apa Itu Referendum? Dan Mengapa Rakyat Papua Tuntut Referendum Ulang.

  

Banyak masyarakat awam tidak mengetahui dengan pasti arti kata Referendum tersebut. Definisi referendum adalah pelaksanaan pemungutan suara bagi suatu komunitas masyarakat di suatu daerah (dalam satu negara) Kata Referendum atau Plebisit berasal dari bahasa Latin yaitu plebiscita yang berarti pemilihan langsung, dimana pemilih diberi kesempatan untuk memilih atau menolak suatu tawaran/usulan. Di Indonesia sering disebut Jajak Pendapat sedangkan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) disebut Penentuan Nasib Sendiri  (Self Determination).
 
Kata Referendum atau Plebisit berasal dari bahasa Latin yaitu plebiscita yang berarti pemilihan langsung, dimana pemilih diberi kesempatan untuk memilih atau menolak suatu tawaran/usulan. Di Indonesia sering disebut Jajak Pendapat sedangkan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) disebut Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination). 

Referendum sama dengan melaksanakan pemilihan umum. Bedanya bukan untuk memilih Presiden atau wakil-wakil rakyat yang akan duduk di parlemen atau (DPR), tapi rakyat diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya. Apakah ingin merdeka (memisahkan diri) atau tetap berintegrasi dengan sebuah negara yang selama ini menjadi induknya. 

Di banyak negara yang demokratis tapi perakteknya tidak demokratis, (contonya Indonesia) tuntutan pelaksanaan referendum untuk memisahkan diri yang disuarakan warga minoritas, (tinggal di suatu wilayah), tidak digubris oleh pemerintah yang berkuasa. Sebab, dengan melepaskan daerah tersebut, maka wilayah negara itu akan menjadi lebih kecil, jumlah penduduknya jadi berkurang. Bahkan, pendapatan negara bisa merosot. Apalagi bila daerah yang ingin memisahkan diri itu mempunyai kekayaan alam yang berlimpah (contoh PT Freeport). Karena itu, pihak pemerintah yang berkuasa akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap mempertahankan daerah tersebut.

Pada prinsipnya, Negara-negara besar dan kuat tidak menginginkan wilayahnya terbagi-bagi menjadi banyak negara. Sebab, hal itu dapat merugikan pemerintah yang berkuasa (Indonesia). Namun, jika pemerintah yang berkuasa tidak sanggup untuk membendung, dan ekonominya moratmarit, negara besar tersebut dipastikan ambruk dan akan menjadi se-jumlah negara. Contoh yang paling nyata adalah Uni Soviet. 
Mulanya, Uni Soviet itu merupakan sebuah negara besar (salah satu dari dua Negara adidaya di dunia setelah Amerika Serikat). 

Dulunya, tidak ada yang pernah membayangkan jika negara sebesar seperti Uni Soviet (wilayah negaranya cukup luas) bisa hancur berkeping-keping menjadi banyak negara. 
Ekonomi negara itu terus terpuruk habis, sehingga pemerintahan komunis di negara itu pada akhirnya tidak sanggup lagi mempertahankan status sebuah negara besar. Apalagi desakan untuk berdiri sendiri sejumlah wilayah di bawah Uni Soviet cukup kuat. Lalu, terpecahlah Uni Soviet ke dalam banyak negara Negara induknya yakni Rusia yang  masih mewarisi sifat-sifat Uni Soviet.

Berbeda dengan kasus Uni Soviet, di sejumlah negara, kaum minoritas harus berjuang untuk memisahkan diri. Salah satu jalan yang ditempuh, yakni menuntut pelaksanaan referendum (secara damai) kepada pemerintah pusat. Namun, ada juga yang melakukan perlawanan bersen-jata seperti minoritas Tamil di Srilanka, Kurdi di Irak, Moro di Filipina, Tibet di Cina, Kashmir di perbatasan India dan Pakistan, serta banyak lagi contoh yang lainnya. Sangat sedikit negara yang bersedia melaksanakan referendum bagi pemisahan diri sebuah wilayahnya. Pelaksanaan referendum bisa terjadi di sebuah negara maju yang pemerintahannya sudah benar-benar demokratis.

Contoh Feferendum di Papua Barat Tahun 1969

Pada tanggal 15 Agustus 1962 Belanda dan Indonesia menandatangani Per-janjian di Gedung Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), New York Amerika  Serikat mengenai Proses Peralihan Administrasi Pemerintahan Papua Barat  dan Pengaturan mengenai Proses Referendum tahun 1969. Dalam Perjanjian tersebut, di mana dalam pasal 18 menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia  akan melaksanakan PEPERA dengan bantuan dan partisipasi dari utusan PBB  dan Stafnya untuk memberikan kepada rakyat yang ada di Papua Barat kesempatan menjalankan penentuan pendapat secara bebas.  Tetapi kenyataannya kecurangan dan manipulasi oleh Rezim Suharto dengan Kekejaman Kekuatan militernya.

Saat itu Rakyat sipil Papua banyak  Korban Kekerasan di setiap daerah dipinggiran pantai, lembah, pengunungan, dengan batas wilayah  papua barat bagian utara samudra pasifik, selatan samudra hindia, laut Arafuru, Carpentaria, Australia, Barat Kepulauan Maluku, Timur Papua Nigini, sasaran utama lahirnya Pelanggaram hak asasi manusia (Ham) di Papua Barat Pertama Adalah Operasi Trikora, juga disebut Pembebasan Irian Barat, adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. 

Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia. Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia. Belanda mengirimkan kapal induk Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua bagian barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan di perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950.
 
         Perjanjian  New York  15 Agustus 1962

Perjanjian ini muncul akibat adanya dukungan Persenjataan Rusia kepada Pemerintah Indonesia melalui  Politik President Soekarno untuk menolak Hak Penduduk Pribumi Papua untuk Menentukan Nasibnya  Sendiri yang dibersiapkan Kerajaan Belanda. Akibatnya Badan Inteligen Amerika (CIA) mengutus Mr.  Elsworth Bunker untuk berunding dengan Soekarno dan Menteri Luar Negeri Belanda DR. Joseph Luns  untuk mencari solusi agar Indonesia bisa memberhen-tikkan Partai Komunisnya dan Persenjataan Militernya dari Rusia. Usul Soekarno yaitu agar Belanda segera menyerahkan Administrasi Negara Papua Barat kepada Indonesia sedangkan usul DR. Joseph Luns  yaitu Indonesia harus bersedia memberikan Hak  Penentuan Nasib Sendiri kepada Rakyat Pribumi Papua.
 
Exploitasi hasil Bumi Papua seperti PT Freeport di Papua mulai pada tahun 1936 dengan penemuan Ertsberg, atau Gunung Bijih, yang selanjutnya dilanjutkan pada tahun 1960 oleh Ekspedisi Freeport, dipimpin oleh Forbes Wilson & Del Flint. Pada tahun 1967 dilakukan penandatanganan Kontrak Karya untuk masa 30 tahun, yang menjadikan PTFI sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg diatas wilayah 10 km persegi.
 
Tanggal 14 April tahun 2011 adalah hari ulang tahun ke-44 penandatanganan tersebut.President Director & General Manager PTFI Armando Mahler mengatakan, "44 tahun sudah PTFI beroperasi di Bumi. Dalam sejarahnya di Papua PTFI selalu berkembang, termasuk penemuan Grasberg pada tahun 1988, yang melipatgandakan cadangan total dan menghasilkan Kontrak Karya baru (1991) dan akuisisi Phelps Dodge Corporation oleh majority shareholder PTFI Freeport-McMoRan Copper & Gold, Inc. (FCX) bernilai 26 milyar dolar AS pada bulan March 2007 menjadikan FCX sebagai produser tembaga terbesar di dunia yang tercatat di bursa saham.


Papua Menuntut Referendum Ulang (Secara Damai)

Mengapa orang Papua di Papua Barat minta referendum secara damai karena rakyat Papua ketahui bahwa Solusi  bagi Rakyat Papua Barat adalah  “Referendum” menentukan Nasib bagi rakyat Papua Barat “selft Determination”, terkait dengan adanya Intimidasi dan ketidakadilan yang selama ini terjadi di tanah Papua Barat atas prilaku kelakuan busuk oleh NKRI.
 
Proses Ilegal perjanjian New York Agreement 15 Agustus  1962 dan  Pentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969

Poroses Aneksasi bangsa Papua Barat ke dalam Negara kesatuan Rebuplik Indoneia (NKRI) dilakukan dengan ilegal berawal dari Trikora 19 desember 1961 perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962 , penjerahan adminstrasi Papua Barat diserahkan kepada Indonesia oleh UNTEA dan proses pelaksnaan Pepera 1969.

Ketika Papua Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah itu antara Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.  Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool)  di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.

Ketika Papua Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah itu antara Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.  Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool)  di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.

Selanjutnya atas desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah :

1.       M.W. Kaisiepo dan Mofu (Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih),
2.       Nicolaus Youwe (Hollandia),
3.       P. Torey (Ransiki/Manokwari),
4.       A.K. Gebze (Merauke),
5.       M.B. Ramandey (Waropen),
6.       A.S. Onim (Teminabuan),
7.       N. Tanggahma (Fakfak),
8.       F. Poana (Mimika),
9.       Abdullah Arfan (Raja Ampat).
10.  Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke (mewakili Hollandia)
11.    H.F.W. Gosewisch (mewakili Manokwari). 

Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Komite ini akhirnya dilengkapi dengan 70 orang Papua yang berpendidikan dan berhasil melahirkan Manifesto Politik yang isinya:

MANIVETO POLITIK PAPUA BARAT

1. Menetukan nama Negara                       : Papua Barat
2. Menentukan lagu kebangsaan              : Hai Tanahku Papua
3. Menentukan bendera Negara              : Bintang Kejora
4. Mata Uang                                         : Golden
5. Menentukan bahwa bendera Bintang Kejora akan dikibarkan pada 1 November 1961.
6. Lambang Negara Papua Barat adalah Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”.

Komite Nasional, maka Bendera Bintang Kejora dikibarkan pada 1 Desember 1961 di Hollandia, sekaligus “Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat”. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di samping bendera Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”. Deklarasi kemerdekaan Papua Barat ini disiarkan oleh Radio Belanda dan Australia. Momen inilah yang menjadi Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat secara de facto  dan de jure  sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.


Pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun Utara Yogyakarta yang isinya:
1. Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial
2.Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda.

Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus).  Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu.

Dan Soekarno mengancam kepada Negara  Amerika serikat dan negara barat dengan  memohon dukungan dari pemerintah bekas Uni Sovyet untuk menganeksasi Papua Barat jika pemerintah Belanda tidak bersedia menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia. 

Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada waktu itu sangat takut akan jatuhnya negara Indonesia ke dalam Blok komunis. Soekarno dikenal oleh dunia barat sebagai seorang Presiden yang sangat anti imperialisme barat dan pro Blok Timur. Pemerintah Amerika Serikat ingin mencegah kemungkinan terjadinya perang fisik antara Belanda dan Indonesia.

Maka Amerika Serikat memaksa pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia. Di samping menekan pemerintah Belanda, pemerintah AS berusaha mendekati presiden Soekarno. Soekarno diundang untuk berkunjung ke Washington (Amerika Serikat) pada tahun 1961. Tahun 1962 utusan pribadi Presiden John Kennedy yaitu Jaksa Agung Robert Kennedy mengadakan kunjungan balasan ke Indonesia untuk membuktikan keinginan Amerika Serikat tentang dukungan kepada Soekarno di dalam usaha menganeksasi Papua Barat.

Untuk mengelabui mata dunia, maka proses pengambil-alihan kekuasaan di Papua Barat dilakukan melalui jalur hukum internasional secara sah dengan dimasukkannya masalah Papua Barat ke dalam agenda Majelis Umum PBB pada tahun 1962. Dari dalam Majelis Umum PBB dibuatlah Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang mengandung “Act of Free Choice” (Pernyataan Bebas Memilih). Act of Free Choice kemudian diterjemahkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai PEPERA (Pernyataan Pendapat Rakyat) yang dilaksanakan pada tahun 1969.

Penandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York)  antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, U Thant dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus 1962. Beberapa hal pokok dalam perjanjian serta penyimpangannya (kejanggalan) adalah sebagai berikut: 

1. New York Agreement (Perjanjin New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjanjian New York itu membicarakan status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam prosesnya tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi bangsa Papua Barat.

2.  Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerakan kekuasaanya kepada Indonesia, selanjutnya pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua, akibatnya hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas-batas kemanusiaan.

Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa “The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals to participate in the act of self determination to be carried out in accordance whit international practice”.
Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini tidak dilaksanakan. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan  dengan cara lokal Indonesia, yaitu musyawarah oleh 1025 orang dari total 600.000 orang dewasa laki-laki dan perempuan.

Sedangkan dari 1025 orang yang dipilih untuk memilih, hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membaca teks yang telah disiapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu masyarakat Papua Barat yang ada di luar negeri, yang pada saat penandatangan New York Agreement tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam penentuan nasib sendiri itu.

Teror, intimidasi dan pembunuhan dilakukan oleh militer sebelum dan sesaat PEPERA 1969 untuk memenangkan PEPERA 1969 secara sepihak oleh pemerintah dan militer Indonesia. Buktinya adalah Surat Rahasia Komandan Korem 172, Kolonel Blego Soemarto, No.: r-24/1969, yang ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida kabupaten Merauke, isi surat tersebut:

“Apabila pada masa poling tersebut diperlukan adanya penggantian anggota Demus (dewan musyawarah), penggantiannya dilakukan jauh sebelum MUSAYAWARAH PEPERA. Apabila alasan-alasan secara wajar untuk penggantian itu tidak diperoleh, sedang dilain pihak dianggap mutlak bahwa anggota itu perlu diganti karena akan membahayakan kemenangan PEPERA, harus berani mengambil cara yang ‘tidak wajar’ untuk menyingkirkan anggota yang bersangkutan dari persidangan PEPERA sebelum dimulainya sidang DEMUS PEPERA. …Sebagai kesimpulan dari surat saya ini adalah bahwa PEPERA secara mutlak harus kita menangkan, baik secara wajar atau secara ‘tidak’ wajar.”

Mengingat bahwa wilayah kerja komandan Korem 172 termasuk pula kabupaten-kabupaten lain di luar kabupaten Merauke, maka patut diduga keras surat rahasia yang isinya kurang lebih sama juga dikirimkan ke bupati-bupati yang lain.

Pada tahun 1967 Freeport-McMoRan (sebuah perusahaan Amerika Serikat) menandatangani Kontrak Kerja dengan pemerintah Indonesia untuk membuka pertambangan tembaga dan emas di Pegunungan Bintang, Papua Barat. Freeport memulai operasinya pada tahun 1971. Kontrak Kerja kedua ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991. Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya penandatanganan Kontrak Kerja antara Freeport dengan pemerintah Republik Indonesia, menjadi realitas. Ini terjadi dua tahun sebelum PEPERA 1969 dilaksanakan di Papua Barat. Di sini terjadi kejanggalan yuridis, karena Papua Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa.

Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969 tidak sah karena dilaksanakan dengan sistem “musyawarah” (sistem local Indonesia) yang bertentangan dengan isi dan jiwa New York Agreement, di samping itu PEPERA 1969 dimenangkan oleh Indonesia lewat terror, intimidasi, penangkapan, dan pembunuhan (pelanggaran hukum, HAM dan esensi demokrasi). Kemenangan PEPERA secara cacat hukum dan moral ini akhirnya disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi Nomor 2509 dan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 7 tahun 1971. 

Berikut ini adalah jadwal pelaksanaan PEPERA, Jumlah wakil/utusan berdasarkan unsur, dan jumlah wakil/utusan yang memberikan pendapat.
Jadwal Pelaksanaan Pepera 1969

Tanggal             Kabupaten                     Anggota DEMUS      Penduduk
14 Juli 1969       Merauke                         175                      144.171
16 Juli 1969       Jayawijaya                      175                      165.000
19 Juli 1969       Paniai                             175                      156.000
23 Juli 1969       Fakfak                            75                        43.187
26 Juli 1969       Sorong                           110                      75.474
29 Juli 1969       Manokwari                      75                        89.875
31 Juli 1969       Teluk Cenderawasih         130                      83.000
02 Agustus 1969 Jayapura                       110                       81.246
J u m l a h                                             1.025                     809.337

Jumlah Wakil/Utusan Berdasarkan Unsur

No        Unsur                                                   Jumlah Wakil/Utusan
1           Kepala Suku/Adat                                  400 orang
2          Daerah (Gereja/Alim Ulama)                  360 orang
3          Orpol/Ormas                                         265 orang
J u m l a h                                                        1.025 orang

Jumlah Wakil/Utusan yang Memberikan Pendapat

No        Kabupaten         Memberikan Pendapat    Jumlah Utusan    Sakit
1           Merauke                       20                    175                     1
2          Jayawijaya                     18                     175                    1
3          Paniai                            28                    175                     0
4          Fakfak                           17                     75                      0
5          Sorong                          16                     110                    0
6          Manokwari                     26                    75                       0
7          Teluk Cenderawasih        24                     130                    1
8          Jayapura                        26                    110                     1
J u m l a h                                175                  1.025                    4

Dengan  demikian proses pelaksanaan pepera 1969 adalah ilegal dan penuh dengan rekajasa cacat hukum dan moral oleh karena itu Referendum Ulang harus dilakukan secara damai dan bermartabat di Papua Barat.
 
Mengapa orang Papua di Papua Barat minta referendum secara damai karena rakyat Papua ketahui bahwa Solusi  bagi Rakyat Papua Barat adalah  “Referendum” menentukan Nasib bagi rakyat Papua Barat “selft Determination”, terkait dengan adanya Intimidasi dan ketidakadilan yang selama ini terjadi di tanah Papua Barat atas prilaku kelakuan busuk oleh NKRI.
 
Karena kehadiran Militerisme (Tni-Polri) Neokolonialisme (Birokrasi Rezim NKRI), dan Imprealisme (Perusahan-perusahan asing dengan sogokan kaki tangan NKRI) di  Papua. Kehadiran   kerja mereka Papua hanya Membunuh rakyat sipil Merampas Kekayaan alam dengan penindas rakyat pemilik daratan Pulau Cenderawasih Papua dengan tindakan-tindakan tidak Manusiawi yang dilakukan ketiga musuh besar diatas dengan melancarkan tekanan demi tekanan yaitu Intimidasi, terror Pemerkosaan, Penembakan, penangkapan, dan Pemenjarahan terhadap rakyat tidak berdosa. Kami diperbudak dan kami minoritas diatas negeri kami sendiri. Dengan alasan singkat ini maka rakyat Papua sejutuh untuk “Referemdum”, jalan ini solusi terakhir menuju cita-cita leluhur bangsa  Papua barat  Runpun Malanesia.
Apa Itu Referendum? Dan Mengapa Rakyat Papua Tuntut Referendum Ulang.
  • Title : Apa Itu Referendum? Dan Mengapa Rakyat Papua Tuntut Referendum Ulang.
  • Posted by :
  • Date : 10.36
  • Labels :
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Top